Semenjak pandemi COVID-19 melanda yang membatasi pertemuan fisik (tatap muka) sehingga hampir segala aktivitas dan komunikasi sosial pun beralih menjadi serba digital. Fakta tersebut turut berlaku pada ranah industri kesehatan, terutama kesehatan mental. Kita pun mengevakuasi diri ke dalam ruang privat untuk kebutuhan komunikasi sehari-hari. Teknologi Metaverse berada di balik fenomena digital ini. Metaverse, secara makro, menjadi wadah transformasi digital yang terbukti merawat kesehatan mental masyarakat global yang pada masa pandemi.
Pada dasarnya, inovasi teknologi Metaverse menyediakan lingkungan realistis 3D yang menyerupai dunia nyata, namun itu hanya salah satu dari banyak aspek kehebatan Metaverse. Alhasil, pengguna Metaverse mampu merasakan pengalaman tatap muka pada saat melaksanakan perawatan kesehatan mental berkat karakteristik imersif Metaverse. Sederhananya, imersif berarti perasaan eksistensi realistis. Saat ini, banyak orang beranggapan bahwa perawatan kesehatan mental yang layak adalah dengan mendatangi ahlinya secara langsung.
Ketika kita berbicara mengenai Metaverse, frasa ‘Much-more life experience’ dapat dikatakan sebagai deskripsi tepat yang menganalogikan kecanggihannya. Seperti yang kita ketahui, kesehatan mental merupakan salah satu fenomena yang marak dialami generasi muda. Mengutip dari “How the Metaverse Will Reshape Mental Health Therapy” oleh Nik Vassev (2022), laporan terbaru dari Harvard menyatakan bahwa 36% orang Amerika, termasuk 61% remaja merasakan kesepian yang secara signifikan dan survey ini mengindikasikan gangguan kesehatan mental.
Di samping itu, karena simulasinya serba digital, Metaverse menjadi sebuah inovasi teknologi mutakhir yang menghapus batasan jarak dan ruang penggunanya. Melalui ketangguhan tersebut, pengguna dapat mengakses segala lokasi mana pun, bahkan ketika ingin melaksanakan janji temu dengan ahli kesehatan mental. Kendati pengguna tidak memiliki masalah kesehatan mental pun, pengguna dapat memulihkan mentalnya pada dunia virtual 3D, Metaverse.
Dengan kata lain, pandemi telah membuat kita sadar akan pentingnya merawat kesehatan mental. Tapi, selain itu, pandemi juga mendorong industri teknologi yang menunjukkan tidak sedikit perusahaan multinasional yang sedang berakselerasi menuju Metaverse, negara Indonesia menjadi salah satunya. SHINTA VR telah jauh merintis sejak 2016, jauh sebelum pandemi COVID-19. SHINTA VR konsisten mengembangkan produk-produk inovatif sekaligus imersif terhadap kemajuan dunia teknologi, terutama Metaverse. SHINTA VR memiliki 3 produk imersif, antara lain MilleaLab, SpaceCollab, dan Virtual Character System (VCS) yang menyebarkan dampak positifnya pada ranah masing-masing.
MilleaLab merupakan sebuah produk yang bergerak pada bidang teknologi pendidikan yang menawarkan lingkungan virtual 3D layaknya Metaverse. Dalam konteks ini, kesehatan mental peserta didik menjadi sangat meningkat ketimbang pembelajaran dengan metode pembelajaran konvensional. Sedangkan, SpaceCollab menjadi platform yang menyediakan ruang virtual bagi penggunanya. Terakhir VCS yang memberikan dampak bagi dunia entertainment dengan mengandalkan virtual character. SHINTA VR sadar akan pentingnya dampak dari teknologi imersif, sehingga SHINTA VR telah dan akan terus secara konsisten mengembangkannya.
Kesehatan mental tidak untuk kita sepelekan, terlebih saat akses kita akan informasi terbuka dan luas. Beradaptasi terhadap inovasi teknologi berkembang akan membawa kita ke sejumlah rekomendasi perawatan kesehatan mental yang baik dan memadai. Produk-produk imersif SHINTA VR didesain dengan memprioritaskan ketenangan jiwa penggunanya saat memasuki dunia virtual. Dengan demikian, kita tidak harus menemui ahli kesehatan mental untuk mengatasinya, melainkan hanya melalui kenyamanan virtual SHINTA VR.
Comments