Pos: Manifestasi SHINTA VR: Dari Komunitas ke Perusahaan 

Manifestasi SHINTA VR: Dari Komunitas ke Perusahaan 

Virtual Reality sebagai Cita-cita Besar – A Flashback Series #2

Andes mengawali perjalanan dalam memanifestasikan mimpinya di bisnis teknologi Virtual Reality (VR) sebagai cita-cita besar. Ia menghadapi pilihan yang cukup berat. “Kalau gue bertahan 3-5 tahun di perusahaan, mungkin aja gue bisa menduduki jabatan Technical Director,” ujar Andes ketika membahas tempatnya bekerja dulu. Pilihan yang cukup berat untuk seorang Andes, karena harus bertahan di perusahaan multinasional atau mengulang dari nol dengan beberapa tanggungannya selama ini. 

Dengan penuh pertimbangan, perhitungan, dan melalui diskusi bersama mentornya, tiba waktu ketika Andes menyimpulkan keputusan besar bahwa jika perusahaan VR yang ia bangun akan merubah hidupnya. Bahkan Andes tidak mau memikirkan Plan B kalau gagal. Dirinya sepenuhnya percaya teknologi VR akan berpengaruh pada aktivitas masyarakat di masa mendatang. “Ya, harus bisa!” katanya yakin. 

Menindaklanjuti kesimpulannya tersebut, Andes membentuk tim kecil untuk memulai perusahaannya itu. Seiring berjalannya waktu, Andes masih menjadi admin dalam grup Facebook INDONESIA VR COMMUNITY tersebut, ternyata ada message dari orang Jepang yang mengatakan kira-kira begini, “Halo guys, gue mau ke Jakarta nih. It’s very interesting to see this community. Gue juga ingin tahu nih tentang VR di Indonesia gimana sih.” Orang Jepang tersebut ialah Akira Sou.

Pada momen itu, hanya Andes yang bersedia untuk menemuinya. Sehingga dirinya mengajak teman-teman Festivo (perusahaan milik partner Andes pertama kali) untuk bertemu dan mengobrol dengan Akira. Perbincangan itu menunjukkan bahwa ternyata visi mereka kurang lebihnya sama. Bahkan Andes merasakan Akira memiliki frekuensi yang sama dengannya. Tidak hanya itu, sepulang dari pertemuan, Andes intens berkomunikasi dengan Akira mengenai apa yang ingin dirinya lakukan terhadap Virtual Reality di Indonesia. Perbincangan dengan Akira mengingatkan Andes akan masa mudanya. 

Sejak duduk di sekolah dasar, Andes tidak bermain video games seperti anak-anak pada umumnya. Andes sangat gemar menghabiskan sisa waktu luangnya untuk membaca komik atau membuat komik untuk disebar di sekolah nantinya. Kegemaran menggambar itu nyatanya memperluas ruang lingkup seni dan leadershipnya. Di masa kuliah, Andes pernah berpartisipasi sebagai peserta pada kegiatan Olimpiade Art. “Kami bawain teater-musikal yang beda, dengan lagu Sigur Ros di akhir penampilan. Gue sampe hubungin Departemen Kimia buat munculin efek asap. Semuanya gue direct.” 

Kemampuan leadership Andes pun semakin terasah. Dibuktikan dengan saat duduk di semester 5 kuliah, Andes sudah mulai merancang roadmap di dinding kosan mengenai dirinya pada masa mendatang. Apa yang dilakukan Andes tersebut salah satu fundamental dalam menjadikannya seorang pemimpin (leader). Seorang leader harus sadar sesuatu yang ingin dicapai beserta jalan yang harus dilaluinya.

Menurutnya, membuat roadmap tersebut adalah bentuk lain dari sebuah manifesting. “Dengan roadmap itu, semua yang gue lakuin ternyata adalah manifestasi dari yang emang mau gue lakuin. Bahkan gue bikin roadmap sampe di usia 65,” ujarnya. Walaupun terkesan mustahil, Andes sendiri percaya bahwa pertemuannya dengan Akira adalah bagian penting dari bagaimana semesta bekerja sesuai alam bawah sadarnya.

Berdasarkan jiwa seni, sains, visi dan leadership bisnis, pada akhirnya Andes dan Akira pun sepakat untuk menjadi partner membangun perusahaan VR di Indonesia. Pada waktu yang bersamaan di belahan dunia lainnya, Andes menghubungi seorang mahasiswa RWTH Aachen asal Indonesia yang sedang meriset soal teknologi Virtual Reality.  “Happy Birthday Andrew!” ucap Andes mengawali interaksi melalui platform Linkedin. Tak disangka percakapan itu membuahkan hasil untuk bertemu setelah kepulangan Andrew ke Indonesia. (Bersambung)

Virtual Reality: Between Art and Science || How SHINTA VR Founded – A Flashback Series #1

Find Us! SHINTA VR on Instagram